A.
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Islam adalah agama yang turun dari Allah SWT di daerah Arab. Yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam muncul pada awal abad ke 7. Islam mulai
berkembang di Mekah. Selanjutnya islam mengalami perkembangan dengan perluasan
wilayah ke Madinah. Disanalah dibentuk semacam pemerintahan yang berdasarkan
konstitusi yang disebut piagam Madinah.
Islam bukanlah sekedar agama yang membawa nilai-nilai religius.
Tapi islam juga membawa sebuah peradaban. Dimulai dari masa Rasulullah kemudian
dilanjutkan pada masa kepemimpinan kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai
memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan wilayah
keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani
Umayyah dan Abbasiyah.
Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani
Umayyah dan Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke
pada dunia saat itu. Pada saat itu para Khalifah melakukan ekspansi
besar-besaran ke daerah Asia, Afrika sampai Eropa. Para sejarawan menyebut saat
itu dengan “The Golden Age”. Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat
di berbagai bidang peradaban, ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains
dan teknolgi. Di makalah ini akan kami paparkan mengenai politik, perkembangan
peradaban, sains dan teknologi pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah serta
kemunduranya.
2.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Bagaiman
sistem pemerintahan dan politik masa
Bani Umayyah dan Abbasiyah?
b.
Bagaimana
perkembangan peradaban pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah?
c.
Bagaimana
kemunduran daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah?
3.
TUJUAN
a.
Mengetahui
sistem pemerintahan dan politik masa Bani Umayyah dan Abbasiyah.
b.
Mengetahui
perkembangan peradaban masa Bani Umayyah dan Abbasiyah.
c.
Mengetahui
bagaimana kemunduran daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.
B.
PEMBAHASAN
1.
UMAYYAH
a.
Umayyah I (Damaskus)
I.
Berdirinya
Bani Umayyah diambil
dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya Muawiyah bin
Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk bangsa Quraisy.
Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pusat
pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 – 132 H / 661 –
750 M).
Muawiyah bin Abi Sufyan
sudah terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia adalah kepala
angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan
sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia lagi
bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai
mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah bin Abi Sufyan
dalam membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun
pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan
kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya tercapai.
Terbentuknya Daulah
Bani Umayyah tidak lepas dari peristiwa tahkim, yang terjadi pada akhir
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dalam peristiwa tahkim itu, Ali telah
terperdaya oleh siasat dan taktik Muawiyyah yang pada akhirnya ia mengalami
kekalahan secara politis. Sementara Muawiyyah mendapat kesempatan untuk
mengangkat dirinya menjadi khalifah, sekaligus raja.
Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah
diperintah oleh 14 orang kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut,
yang paling menonjol adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin
Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
II.
Tata Politik dan Pemerintahan
Daulah Bani Umayyah telah mampu melakukan
ekspansi yang sempat terhenti pada masa Ali, Tunisia dapat ditaklukkan.
Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia
mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India
dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran
dilanjutkan di zaman al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah
masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia.
Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan,
Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat
yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat
yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol
dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepatnya dapat dikuasai.
Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi'e, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn
Abd al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan
ini dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau
yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah
ini.
Muawiyah
tampil sebagai penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintah islam, dari
sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi kepada sistem pemerintahan monarki
absolut. Selama 90 tahun, terdapat 14 orang khalifah yang pernah memeirintah,
yaitu:
a.
Muawiyah
bin Abu Sufyan
b.
Yazid
bin Muawiyah
c.
Muawiyah
II
d.
Marwan
bin Al Hakam
e.
Abdul
Malik bin Marawan
f.
Al
Walid
g.
Sulaiman
h.
Umar
bin Abdul Aziz
i.
Yazid
II
j.
Hisyam
k.
Al
Walid II
l.
Yazid
III
m.
Ibrahim
n.
Marwan
II bin Muhamad
Menurut
M.A. Shaban semua khalifah Dinasti Umayyah tidak ada yang diangkat melalui
Majelis Syuro, melainkan menggunakan sistem waris sebagaimana layaknya sebuah
kerajaan. Oleh karena itu, menurut Abu A’la Maududi mereka tak pantas mendapat
sebutan khakifah sebagaimana layaknya Khulafaur Rasyidin. Mereka telah
melakukan perbuahan suksesi dan sistem musyawarah yang melibatkan umat secara
teerbuka, terutama dalam hal-hal kebijakan secara umum, seperti yang biasa
dilakukan Khulaur rasydin dulu. Bahkan kontrol masyarakat teerhadap mereka pun
sangat terbatas, bahkan tidak sama sekali.
Suksesi
kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah bermaksud
mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan
istilah Khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu
untuk mengagungkan jabatan tersebut, dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam
pengertian “Penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Seperti
halnya peradaban islam, politik islam pun harus mendapat pengertian dan batasan
yang jelas. Menurut Effat Al-Sharqawi, antara politik islam dan politik kaum
muslimin dapat terjadi perbedaan yang amat mendasar. Politik Islam merupakan
tata aturan dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan yang berlandaskan
nilai-nilai Islam, sedangkan politik kaum muslimin lebih cenderung kepada
partai atau golongan.
Sedangkan
mengenai sejarah pembentukan tata politik Islam pada masa Dinasti Umayyah,
banyak ahli seajarah yang mengakui sejak berdirinya dinasti ini sudah tampak
tata politik yang berbeda dengan khalifah rasyidah yang empat. Amawiyah lebih
menonjolkan gaya politik Arabnya. Menurut Ali Husni Al-Kharbutily, Muawiyyah
-sebagai pendiri pertama Dinasti Bani mayyah- adalah orang yang cerdik dan
sangat ahli di bidang siyasah. Oleh karena itu, pada awal berdirinya dinasti
ini membagi wilayah kekuasaanya kepada lima front kekuasaan politik, yaitu:
a)
Front
Jazirah Arabia yang meliputi hijazyang meliputi Hijaz, Yaman, Makkah dan
Madinah;
b)
Front
Mesir yang mencakup seluruh wilayah Mesir;
c)
Front
Irak yang mencakup wilayah-wilayah Teluk Persia, Aman, Bahrain, Sijistan,
Kirman, Khurasan sampai ke Punjab India;
d)
Front
Asia kecil yang mencakup wilayah Armenia dan Azerbaijan, dan
e)
Front
Afrika yang mencakup wilayah Barbar, Andalusia dan negara-negara di sekitar
laut Tengah.
Terhadap
masing-masing wilayah itu, menurut Mahayudin diterapkan tata aturan politik
yang berbeda. Misalnya di front Jazirah Arab-Makkah, Madinah dan front Irak
diterapkan kebijakan politik yang lunak karena masyarakat di kedua wilayah itu
tergolong pendukung Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awam. Berbagai pendekatan
dilakukan, dari pendekatan psikologis sampai pendekatan sosial kesejahteraan.
Semua itu dimaksudkan untuk mendapaka pengaruh dan dukungan dari masyarakat di
sekitarnya.
III.
Peradaban
Secara
umum, perkembangan peradaban islam pada masa Umayyah adalah sosialisasi budaya
Arab pada seluruh lapisann sosial budaya di wilayah-wilayah yang telah
ditaklukkanya. Misi utama arabisasi ini secara tidak langsung masih berdampak,
bahwa penduduk-penduduk yang berbahasa Arab di seluruh kawasan dunia ini hampir
bisa dikatakan adalah muslim, atau minimal mereka pernah mengenal islam. Kebijakan
arabisasi ini secara tidak langsung berdampak atau berakumlasi dari dan bagi
kepentingan mereka sendiri. Kebijakan Umayyah I antara lain:
a)
Mengangkat
orang-orang Arab sebagai orang pertama dalam mengembangkan kepemimpinan umat
islam diseluruh kawasan yang telah ditaklukkanya.
b)
Bahasa
Arab sebagai bahasa utama umat, baik pengembangan administrasi maupun keilmuan.
c)
Kepentingan
orang-orang luar Arab (ajam) dalam rangka memahami sumber-sumber isalm
(Al-Quran dan As-Sunah) dituntut menguasai struktur dan budaya Arab, sehingga telah melahirkan
berbagai ilmu bahasa; nahwu, sharaf, balaghah, bayan, badi’, isti’arah dan
sebagainya.
d)
Pengembangan
ilmu-ilmu agama sudah mulai dikembangkan karena terasa betapa penduduk-penduduk
diluar Jazirah Arab sangat memerlukan berbagai penjelasan serta sistematis dan
kronologis tentang Islam. Ilmu-ilmu yang berkembang saat itu diantaranya
tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan sirakh/tarikh.
Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami
perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang
mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara,
seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.
Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat
Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan
masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan
juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga
mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam
masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol
dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Dalam seni suara yang berkembang adalah seni baca
Al-Qur’an, qasidah, musik dan lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada
saat itu bermunculan seniman dan qori’/ qori’ah ternama.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah
penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukur dengan khat
Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah
(Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak
lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak
hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,
seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah,
dan lain-lain.
Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan
perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama
dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara),
Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi
Tata Usaha Negara.
Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh
berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer
(Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin,
tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah
adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari
unsure Arab.
Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir
sempurna hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau
Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah
juga telah membentuk “Armada Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga
memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim.
Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani
Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan
dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di setiap kota yang pertama oleh
Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah bagi
anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua mereka akibat perang.
Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut.
Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari
kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong memeluk Islam.
IV.
Kemunduran
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya
kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
b.
Umayyah II (Andalusia)
I.
Proses
pembentukan
Sebelum umat Islam menguasai
Andalusia wilayah yang terletak disekitar semenanjung Iberia dan membelah Benua
Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke – 5 M,
wilayah ini disebut dengan Iberia ( atau Les Iberes ), yang diambil dari nama
Bangsa Iberia ( penduduk tertua diwilaya tersebut ). Ketika berada dibawah
kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke – 5 M,
Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah ini sejak itu
wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya disebut “
Andalusia “.
Sejak pertama kali berkembang di
Andalusia sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam telah
memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir delapan
abad ( 711 – 1492 M ). Pada tahap awal semenjak menjadi kekuasaan Islam,
Andalusia diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh pemerintah Bani Ummayah
di Damaskus. Pada periode ini kondisi sosial politik Andalusia masih diwarnai
perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan. Disamping itu
juga timbul gangguan dari sisa- sisa musuh Islam di Andalusia yang bertempat
tinggal diwilayah-wilayah pedalaman. Periode ini berakhir dengan datangnya
Abdur Rahman Al–Dakhil ke Andalusia. Sebagaimana disebutkan terdahulu,
Andalusia disusuki umat Islam pada zaman Khalifah Al–Walid (705-715 M), salah
seorang Khalifah dari Bani Ummayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum
penaklukan Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Uatar itu terjadi di zaman khalifah Abdul Malik ( 685 – 705 M).
K. Ali dalam bukunya Sejarah Islam
(Tarikh Pramodren) membagi peroide ini kepada dua periode yaitu periode keamiran
dan periode kekhilafan. Pada periode keamiran Umayyah Andalusia dipimpin
seorang puasa yang bergelar Amir (panglima atau Gubernur) yang tidak terikat
dengan pemerintah pusat. Amir pertama adalah Abdul Rahman ad-Dakhil. Setelah
berhasil menyelamatkan diri dari kekejaman Al–Saffah, Abdul Rahman menempuh
pengembaran ke Palestina, Mesir dan afrika Utara hingga ia tiba di Cheuta. Di
wilayah ini ia mendapat bantuan dari bangsa Barbar dalam menyusun kekuatan
militer. Pada masa itu Andalusia sedang dilanda permusuhan antar etnis
Mudariyah dan Himyariyah.
Jika kita melihat ke belakang,
sebelum mereka menakukkan Andalusia, pada masa pemerintahan Khalifah sebelum
Al–Walid yaitu khalifah Abdul Malik (685–705 M), umat Islam telah menguasai
Afrika Utara dan menjadikannya salah satu provinsi dari dinasti Ummayah, dan
yang menjadi Gubernurnya adalah Hasan Bin Nu’man Al Ghassani . Namun pada masa
pemerintahan dinasti Ummayah pada khalifah Al–Walid, Gubernur di Afrika Utara
tersebut digantikan kepada Musa Ibn Nushair. Pada Musa Ibn Nushair, mereka
berhasil memduduki Al-Jazair dan Maroko dan daerah bekas Barbar.
Menurut sejarah sebelum Islam dapat
menguasai daerah Afrika Utara ini, di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan
dari kerajaan Romawi. Kerajaan inilah yang selalu mengajak masyarakat agar mau
menentang kekuasaan Islam. Namum pemikiran mereka itu dapat di habiskan atau
kekuasaan Islam kerajaan Romawi ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam,
sehingga wilayah Afrika Utara ini dapat dikuasai sepenuhnya dan dari daerah sinilah
Islam menguasai Andalusia.
II.
Sistem
Pemerintahan
Abd Al- rahman Ibn Mu’awiyah menginjakan kakinya di Andalusia
setelah lolos dari upaya pembunuhan atas dirinya ketika terjadi revolusi
Abbasiyah sekitar tahun 132 H/ 750 M. Ia di juluk Al Dakhil karena ia merupakan
pengeran dari bani umayyah pertama yang memasuki wilayah itu. Dalam tahun 757
ia memulai menghapuskan nama Khalifah Abbasiyah dari khotbah- khotbah jum’at
yang bisa dilakukan oleh Gubernur sebelumnya serta emproklamasikan wilayah itu
lepas dari kekuasaan Abbasiyah. Al- Dakhil menyebut dirinya hanya sebagai amir,
karena menurut doktrin teori hukum ortodok (fiqh), kekhalifahan itu satu dan
idak bisa dibagi.
Penguasa bergelar amir dan bukan khalifah,
karena kekhalifahan hanya satu yaitu yang beribukota di baghdad. Selama 32
tahun masa kekuasaan Al- Dakhil, ia mampu mengatasi berbagai ancaman dari dalam
negeri maupun dari luar. Karena ketangguhanya itu ia dijuluki rajawali Quraisy. Gelar amir dipertahankan oleh para penerusnya sampai awal pemerintahan
amir ke- 8 Abd al- Rahman III 300- 350 H(912- 961 M). Pada masa pemerintahan ini gelar penguasa diganti dengan khalifah,
karena munculnya khlafah fatimiyah di ifriqiyah (Mesir). Pada tahun 297 H/909M
kondisi khilafah Abbasiyah lemah pasca Al- Mutawakkil (232- 247 H/ 847- 861 M)
Sistem pergantian atau suksesi kepemimpinan di Spanyol tidak jauh
berbeda dengan sistem yang berlaku pada masa Umayyah I di Damaskus, yakni
dengan jalan para amir yang sedang berkuasa sedang berkuasa sudah menunjuk dan
menentukan untuk penggantinya. Mereka ini disebut sebagai putra mahkota atau waliyyul
‘ahdy(penguasa yang dijanjikan). Jika kelak amir yang sedang berkuasa ini
meninggal dunia, secara langsung ia akan menggantikannya.
Tradisi seperti ini tampaknya bukan ciptaan tradisi Arab atau
Barbar tapi mungkin berasal dari tradisi Romawi yang biasa disebut monarki
absolut. Biasanya dalam tradisi Arab atau Barbar pemilihan kepala-kepala
kabilah atau suku lebih bersifat terbuka dan demokratis.
Khilafah dibantu oleh Wazir yang disertai dengan
sekertaris, hajib, wali(gubernur sipilk dan militer), qodi (otoritas
pengadilan), muhtasib( polisi, pengawas perdagangan).
Masa pemerintahan
amir- amir Bani Umayyah barat :
- Abdurahman
Al- Dakhil (757-788 M)
Langkah
pertamanya yang dilakukan adalah memperbaiki keaaan dalam negeri. Setelah
merasa amn Abdurahman melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Ia
wafat di usianya ke- 61 dan dilanjutkan putranya Hisyam I. Ia memerintah selama
kurang lebih 31 tahun lamanya.
- Hisyam
bin abdurrahman ( 788- 796 M)
Ia seorang
yang shalih dan adil, ia sangat mengutamakan pendidkan sehingga lahirlah
jabatan hakim( qodli).
- Hakam
I bin Hisyam (796- 822 M)
Dalam masa
pemerintahan ini sering terjadi pemberontakan, karena ia sering berbuat maksiat
terhadap rakyatnya.
- Abdurrahman II( 822- 852 M)
Dikenal sebagai pengusa yang cinta
ilmu, usaha- usaha, yang dilakukan
begitu banyak baik dibidang poitik, ekonomi aau pembangunan.
Wilayah yang dikuasai pada masa pemerintahan ini
antara lain Cordova, Sevilla, Ceuto, Toledo, Magda dan elvirra. Sementara
masyarakatnya terdiri dariorang arab islam, orang islam non- arab, muwalladun/
neo- muslim (orang spanyol yang masuk islam), orang spanyol kristen yang
terarabkan (mozarah).
III.
Kemajuan
Peradaban
Telah di sebut bahwa arus ekspansi islam di
mulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (632 M) dan mencapai puncaknya pada
masa Khalifah umayah (sebut Umayah) VI, Al-Walid, di mana peta islam meluas ke
barat sampai semenanjung Liberia dan di kaki gunung Pyrenia (Pyreenes), prancis
termasuk Afrika Utara, fi utara meliputi Asia Kecil dan Armenia dengan
rute-rute pantai laut kaspia menyebrangi sungai Oxus, Asia tengah bagian Rusia
yang di kuasai setelah penaklukan Azerbeijan, sebagian Georgia, seberang sungai
jihun, dan ke timur sampai india dan perbatasan China. Dalam waktu yang
relative singkat di bawah kepemimpinan gubernur jendral Al-Maghrib, Musa bin
Nushair, dengan panglima perang gubernur Tangier, Thariq bin Ziyad, seorang
mu’allaf, masih remaja dari Lowata, Anak suku barbar, yang berhasil menaklukkan
Andalusia.
Dengan demikian dapat di katakan bahwa peradaban islam sudah
bersifat internasional, meliputi tiga benua: sebagian Eropa, sebagian Afrika,
sebagian besar Asia. Penduduknya meliputi puluhan bangsa, menganut
bermacam-macam bahasa. Semua itu di satukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa
pemersatu dan agama islam menjadi agama resmi Negara.
Perkembangan
Kebudayaan.
-
Bidang Politik
-
Bidang Sosial
-
Bidang Sastra
-
Bidang Ekonomi
-
Bidang Ilmu penge-tahuan
-
Bidang Kota dan Arsitektur
1.
Ekspedisi Umayyah ke Andalusia
a. Ekspedisi Umayyah ke
Andalusis berlangsung dua kali: 1) dipimpin oleh Tarif ibn Malik dengan 500
tentara muslim pada 91/710, dan 2) dengan 7000 tentara dipimpin Thariq ibn
Ziyad pada 92/711, atas perintah Musa ibn Nushair dengan tambahan pasukan
sebanyak 5000 orang.
b. Penaklukkan berlanjut pada 712 dipimpin Musa
bin Nushair sendiri dengan membawa 10.000 tentara. Ekspedisi tersebut
memperoleh hasil gemilang dengan ditaklukkannya ibukota Toledo dan sejumlah
daerah di sekitar pegunungan Pyrenia dan tanah Galia di bawah kekuasaan Prancis
hingga seluruh wilayah Andalusia dapat ditaklukkan, kecuali Galcia di bagian barat
laut semenanjung itu.
c. Pasca ekspedisi itu Andalusia menjadi
propinsi dari Daulah Umayyah sampai tahun 132/750, dan sejak kekuasaan Daulah
Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbasiyah, maka sekitar enam tahun
lamanya Andalusia menjadi propinsi di bawah kekuasaan daulah baru tersebut.
d. Kemudian pada tahun 138/756 Abdurrahman ibn
Muawiyah, cucu Hisyam ibn Abd Malik memproklamirkan Andalusia sebagai dinasti
tersendiri sebagai Daulah Umayyah II (Barat) yang beribukota di Cordova hingga
tahun 422/1031.
2.
Perkembangan Politik
Daulah Umayyah di Andalusia
• Abdurrahman ibn Muawiyah (ad-Dakhil atau
Rajawali Quraisy) adalah pendiri Daulah Umayyah di Andalusia. Ia
berhasil menyingkirkan Yusuf ibn
Abdurrahman al-Fikhri, gubernur Andalusia di bawah kekuasaan Abbasiyah.
Meskipun demikian, untuk selama 32 tahun kekuasaannya, ia tetap menyebut
dirinya sebagai amir bukan khalifah. Gelar amir tetap
dipertahankan hingga pemerintahan amir kedelapan, Abdurrahman III
(300-330/912/961). Terdorong oleh berdirinya Khalifah Fathimiyah di Mesir dan
merosotnya wibawa kekhalifahan Abbasiyah sepeninggal al-Mutawakkil, Abdurrahman III memproklamirkan dirinya
sebagai khalifah dan amirul mu’minin, bahkan ditambahkan d belakang
namanya gelar al-Nashir.
• Daulah Umayyah di Andalusia mengembangkan
pemerintahannya selama 275 tahun dengan 7 orang amir dan 6 orang khalifah,
yaitu: 1) Abdurrahman ad-Dakhil,
2) Abdurrahman II, 3) Abdurrahman III al-Nashir, 4) Hakam II al- Mustanshir,5)
Al-Muayyad, 6) Abd Al-Malik ibn Muhammad, 7) Hisyam III al-Mu’tadi
• Sejak masa khalifah an-Nashir, Bani Umayyah
di Andalusia mencapai puncak kejayaan, dan mengalami keruntuhan sejak
kekhalifahan Hisyam III al-Mu’tadi ibn Muhammad III (418/1027-422/1031).
Semenjak itu dianggap tidak ada lagi keturunan Umayyah yang layak diangkat
khalifah, dan membuka babak baru kekuasan Islam di negeri Vandal itu dalam
periode Muluk al-Thawaif.
3.
Perkembangan Sosial
•
Penduduk Andalusia
terdiri dari unsur-unsur Arab (Arab Utara/ Mudlari dan Arab Selatan/Yamani),
Barbar, Spanyol, Yahudi, dan Slavia.
•
Masyarakat Barbar
banyak menempati pemukiman di daerah-daerah tandus, dan mereka berhadapan
dengan masyarakat Nasrani. Adapun masyarakat Yahudi menikmati kebebasan
beragama pada masa ini dan mereka menyebar di daerah-daerah Andalusia.
•
Sementara itu,
masyarakat Spanyol terdiri dari: 1) kelompok yang memeluk Islam, 2) kelompok
yang meniru adat istiadat Arab yang disebut Musta’ribah, dan 3) kelompok
asli yang masih memeluk agama Nasrani. Lain halnya dengan golongan Slavia, penduduk
ini adalah berasal dari kalangan budak yang semula dijadikan pengawal istana
pada masa an-Nashir.
4.
Perkembangan
Kebudayaan
a.
Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan
•
Dalam perkembangan ilmu agama, madzhab
Maliki memperoleh pengaruh luas di Andalusia, karena itu perhatian muslimin
Andalusia terhadap Hadits Rasulullah amat besar, sehingga melahirkan ulama
penghafal hadits seperti Abu Abdurrahman al-Mukallad. Bidang ilmu agama yang
lain memperoleh perhatian pesat adalah ilmu qiraat, yang membahas lafal-lafal
al-Quran yang baik dan benar. Selain ilmu agama, filsafat
mendapat perhatian muslim Andalusia. Begitu pula ilmu-ilmu lain seperti ilmu
pasti, astronomi, kedokteran, dan sejarah
•
Bahasa Arab pada masa ini menjadi
bahasa utama masyarakat Andalusia. Ini terjadi karena kemenangan bangsa Arab di
bidang militer, politik dan keagamaan, dan sebelumnya bahasa Arab pernah
sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Demikian perkembangan bahasa ini menyertai
perkembangan sastra Arab dan melahirkan banyak penyair serta sastrawan
terkenal.
b.
Kota dan Seni Bangun
•
Adalah kota Cordova pada masa ini
menempati kedudukan yang sejajar dengan Konstantinopel dan Bagdad
sebagai pusat peradaban dunia. Pada masa ad-Dakhil, Cordova dijadikan
ibukota negara menggantikan Sevilla. Di kota ini dibangun benteng dan istana,
danau sumber air bersih, sejumlah masjid, pasar, dan pemandian umum. Seluruh
jalan di kota ini telah diperkeras, dan diterangi lampu pada waktu malam
•
Selain Cordova yang
indah dan megah itu, pada masa an-Nashir dibangun kota saletit al-Zahra. Kota
ini dilengkapi masjid agung, taman indah, pabrik senjata, pabrik perhiasan, dan
kolam-kolam marmer
•
Kota lainnya, yang
dibangun an-Nashir adalah al-Zahirah yang di dalamnya dibangun istana
besar dan indah, gedung-gedung pemerintahan, gudang makanan dan senjata, tempat
tinggal para menteri, perwira militer, dan pagawai tinggi lainnya
Berikut beberapa cabang ilmu pengatahuan yang berkembang di
Andalusia.
1.
Kedokteran
Ahli kedokteran yang terkenal pada sa’at itu antara lain adalah Abu
Al-Qasim Al-Zahrawi. Di Eropa ia di kenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah
seorang ahli bedah terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013
M. di jilid. Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd
yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah
Kulliyat al-Thib.
2.
Ilmu Tafsir
Kemajuan dalam bidang ilmu tafsir di tandai dengan munculnya ulama’
ahli tafsir. Mereka antara lain adalah Al-baqi, ibnu makhlad, Al-zamakhsyari
dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-thabari. Selain mereka, terdapat juga ahli
tafsir terkenal sa’at itu, yaitu ibn “Athiyah. Kebanyakan tafsir yang di buat
mengandung cerita israiliyat. Kumpulan tulisannya itu kemudian di bukukan oleh
Al-Qurtubi.
3.
Ilmu Fiqh
Perkembangan dan kemajuan ilmu fiqh di tandai dengan munculnya
banyak ulama’fiqh (fuqaha’) di antara madzhab yang paling berperan dalam
pengembangan madzhab ini adalah abdul malik dan Ibn Rusyd dengan karyanya
Bidayah Al-Mujahid, IbnRusyd menggunakan metode perbandingan terhadap
pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang sa’at itu.
4.
Ilmu hadits
Meskipun tidak sepesat perkembangan ilmu lain ilmu hadist juga
menjadi perhatian para ulama’ di Andalusia. Di antara ahli ilmu hadits adalah
Abdul walid Al-Baji yang menulis buku Al-Muntaqal.
5.
Sejarah dan geografi
Dalam bidang literatur terdapat dua orang penulis terkenal, yaitu,
Ibn rabbi’ dan Ali IBN Hazm.
6.
Astronomi
Pengkajian ilmu astronomi berkembang dengan pesatnya pada masa ini.
Para ahli ilmu pada sa’at ini percaya bahwa radiasi bintang-bintang besar
pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi.
7. Ilmu
fisika
Kemajuan
di bidang fisika di tandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim terkenal.
8.
Filsafat
Dalam catatan sejarah, islam di Andalusia telah memainkan peran
sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim.
Dan karna kemajuan dalam semua bidang di ataslah yang menyebabkan
peradaban islam di Andalusia berkembang.
IV.
Kemunduran
Sebenarnya Islam di andalusia bertahan cukup lama, mulai dari tahun
711 M hingga tahun 1492 M. Ini berarti agama islam berada di eropa kurang lebih
selama 781 tahun. Waktu yang begitu lama telah banyak dimanfaatkan oleh para
penguasa dan masyarakat muslim untuk mengembangkan peradaban dunia. Sejarah
telah memberikan catatan penting mengenai peran yang telah dimainkan kaum
intelektual muslim ketika itu. Mereka telah memberikan sumbangan yang sangat
berharaga bagi kemajuan peradaban dunia kini.
Akan
tetapi, sejarah panjang yang telah diukir masyarakat muslim dan para penguasa
Dinasti Bani Umayah ll di Andalusia akhirnya mengalami kemunduran dan
kehancuran. Kemunduran dan kehancuran itu disebabkan oleh beberapa faktor.
Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para
penguasa muslim di Spanyol setelah Al-Hakam ll tidak ada yang secakap para
khalifah sebelumnya. Hal ini berakibat pada melemahnya pertahanan yang ada.
Kelemahan itu semakin menjadi ketika umat Kristen menemukan identitas dan
perasaan kebangsaan mereka.
Keadaan
ini sebenarnya berawal dari kurang maksimalnya para penguasa muslim di
andalusia dalam melakukan proses islamisasi. Bagi para penguasa hal yang
terpenting adalah pernyataan dan sikap umat dan raja-raja kristen yang mau
tunduk dibawah kekuasaan penguasa islam dengan cara membayar upeti. Dengan cara
itu mereka dibiarkan menganut agama dan menjalankan hukum , adat dan tradisi
kristen,termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata.
Namun kehadiran bangsa arab muslim di andalusia tetap saja dianggap para
penguasa dan masyarakat kristen di andalusia sebagai penjajah. Kenyataan ini
mreka rasakan sediri ketika bangsa arab tidak banyak memberikan peluang kepada
mereka dalam jabatan-jabatan struktural penting di pemerintahan. Kelompok
raja-raja dan masyarakat kristen terus menggalang dan menyusun kekuatan guna
mengusir para penguasa arab muslim di andalusia. Sehingga tidak banyak yang
dapat dilkukan oleh para penguasa muslim untuk mengembangkan bidang-bidang
keilmuan yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkuat dan mempertahankan
kekuasaan, akhirnya umat islam andalusia
mengalami kemunduran.
2.
Tidak
adanya ideologi pemersatu
Para muallaf yang berasal dari penduduk setempat tidak
pernah diterima secara utuh oleh para penguasa Arab muslim. Hal itu ditandai
dengan masih dipertahankannya istilah ibad dan muwalladun, suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya kelompok-kelompok etnis non arab
yang ada terutama etnis slavia dan barber, sering kali menggrogoti dan merusak
perdamaian. Realitas ini menunjukan bahwa tidak ada ideologi pemersati yang
dapat mengikat perasaan kebangsaan mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang
berusaha menghidupkan kembali fanatisme kesukuan guna mengalahkan kekuatan bani
umayah.
3.
Kesulitan ekonomi
Dalam catatan sejarah, pada paruh kedua masa Islam di Andalusia,
para penguasa begitu aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban islam,
sehingga mengabaikan pengembangan sektor ekonomi. Akibbatnya timbul kesulitan
ekonomi yang memberatkan negara dan tentu saja berpengaruh tarhadap
perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini diprparah dengan datangnya
muslim paceklik yang dialami para petani. Dengan tersendatnya pembayaran pajak
para petani ini mengganggu perekonomian negara.
Selain itu penggunaan keuangan negara yang tidak terkendali oleh
para penguasa muslim, juga merupakan salah satu faktor penyebab melemahnya
perekonomian negara. Krisis ekonomi ini berdampak sangat serius terhadap
kondisi sosial politik, ekonomi, militer dan sebagainya.
2.
ABBASIYAH
I.
Proses
pembentukan
Dinasti
Abbasiyah mewarisi imperium dari Dinasti Umayyah. Hasil besar yang telah
dicapai oleh dinasti Abbasiyah dimaungkinkan karena landasanya telah dipersiapkan
oleh Umayyah dan Abbasiyah memanfatkannya.
Dinasti
Abbasiyah berkedudukan di baghdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh
tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada masa ini Islam mencapai
puncak kejayaanya dalam berbagai bidang. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti
terpanjang berkisar antara 750-1258 M.
Dinamakan
Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan
Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah
pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132
H.
Pada abad ketujuh terjadi
pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan
puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas
melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah
riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.
Di antara situasi yang mendukung
berdirinya Daulah Abbasiyah dan menjadi lemah dinasti sebelumnya adalah:
1.
Timbulnya
pertentangan politik antara Muawiyyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib(Syiah).
2.
Munculnya
golongan khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyyah dengan syiah,
dan kebijakan-kebijakan land reform yang kurang adil.
3.
Timbulnya
politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai.
4.
Adanya
dasar penafsiran bahwa keputusan politik harus didasarkkan pada Al Quran dan
oleh golongan khawarij nnon-Arab.
5.
Adanya
konsep hijrah dimana setiap orang harus bergabung dengan golongan khawarij yang
tidak bergabung dianggapnya sebagai orang yang berada dalam dar al-harb, dan
hanya golongan khawarijlah yang berada pada dar al-islam.
6.
Bertambah
gigihnya perlawanan pengikut Syiah terhadap Umayyah setelah terbunuhnya Husein
bin Ali dalam pertempuran Karbala.
7.
Munculnya
paham mawali, yaitu paham tentang perbedaan antara orang Islam Arab dan
non-Arab.
II.
Tata
Politik dan Pemerintahan
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang
ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini
dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan
diatas buminya”.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan
budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara
lain:
a.
Para Khalifah tetap dari keturunan
Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih
dari keturunan Persia dan mawali.
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu
kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan.
c.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai
suatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan berpikir sebagai HAM
diakui sepenuhnya.
e. Para menteri turunan Persia diberi
kekuasaan penuh untuk
menjalankan
tugasnya dalam pemerintah.
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah
sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini
dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak
menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di
daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk
pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh;
Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, daulah Fatimiyah. Pada masa awal
berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah
Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan
adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras
terhadap Bani Umayah, dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persia.
Berdasarkan
perubahan, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu:
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu:
1.
Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah
kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang
memimpin pada ini sebagai berikut:
a.
Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
b. Abu Ja’far al mansyur (754-775 M)
c.
Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al
Mansyur (775-785 M)
d. Abu Musa Al-Hadi (785-786 M)
e.
Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809
M)
f.
Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun
(813-833 M)
h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842
M)
i.
Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847
M)
j.
Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil
(847-861 M)
2.
Periode kedua (232-590 H / 847-1194
M)
Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem
sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom:
a.
Kaum Turki (232-590 H)
b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447
H)
c.
Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
Dinasti-Dinasti
di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah
Abbassiyah.
3.
Periode ketiga (590-656 H / 1194-1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan
Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan
para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah
Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu:
1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak
lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah
Al-Watsiq (847 M).
2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah
Al-Mutawakkil (847 M), sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3. Masa Abbasy III, yaitu dari
berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Saljuk ke Baghdad
(1055 M).
4. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya
orang-orang Saljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan
bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).
III.
Peradaban
Pada masa Dinasti Abbasiyah peradaban Islam mengalami puncak
kejayaanya. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Pengembangan ilmu
pengetahuan diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama dari
bahasa Yunani ke bahasa Arab., pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al
Hikmah, dan terbentuknya madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan
ssebagai buah kebebasan berpikir.
Dari
perjalanan rentang sejarah ternyata Bani Abbsiyah dalam sejarah lebih banyak
berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah ke Dinasti Abbasiyah
tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah,
menoreh wajah dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu
pengetahuan pada Bani Abbasiyah merupakan iklim pengmebangan wawasan dan
disiplin keilmuan.
Kontirbusi ilmu
terlihat pada upaya Harun al Rasyid dan puteranya Al-Makmun ketika mendirikan
sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan
terbesar dan dilengkapi dengan lembaga untuk penerjemahan.
Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai
disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat
kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat
oleh Dinasti Abbasiyah adalah :
1.
Bidang Politik dan Pemerintahan
Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh
Dinasti Abbasiyyah:
a.
Memindahkan pusat pemerintahan dari
Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan
politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka”
sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan
bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international
yang sangat sibuk dan ramai.
b.
Membentuk Wizarat untuk
membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul
Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul
Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah,
sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambing.
c.
Membentuk Diwanul Kitaabah
(Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
d.
Membentuk Nidhamul Idary
al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi
dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang
bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak
otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa
dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk
mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan
Baghdad.
e.
Membentuk Amirul Umara yaitu
panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam
keadaan darurat.
f.
Memperluas fungsi Baitul Maal,
dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi
keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan
Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
g.
Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah
yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin
stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah,
pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman
nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus
dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.
h.
Membentuk organisasi kehakiman,
Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah
(jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai
Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai
Pengadilan Negeri).
2.
Bidang Ekonomi
Pada masa awal pemerintahan
Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah
al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar
yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).
Di sektor pertanian, pemerintah
membangun sistem irigasi dan kanal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir
sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak
terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di sampaing sebagai kota politik
agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia,
sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota
transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China,
dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum
ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Selain itu, barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah Timur
diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di
kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di
Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil
pertanian seperti Gandum dari Mesri dan Kurma dari Irak.
3.
Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan
teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lambaga ini dikenal ada dua
tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga
pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung,
menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat
penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah),
tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga
dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam
disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dnegan
berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi
pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid
atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah
(lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid.
Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di
pelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat di temukan di
Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainya mulai dari tingkat
rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.
4.
Gerakan Penerjemah
Peleopor gerakan penerjemah pada
awal pemerintahan Dinasti Abbasyiah adalah khalifah al-Mansur yang juga
membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk
Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan
karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi
kafilah dengan baik dari darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan
politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani
seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic
karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain
yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia
Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.
Penerjemahan secara langsung dari
bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (w. 873 H)
seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan
baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat
memahami isi naskah karena sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan
sturktur kalimat dalam bahasa Arab.
Pada masa al-Ma’mun karena keinginan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim
penerjemah yang diketuai langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq
anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa,
Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian,
Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan
naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan
seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas
bahasa Arab dalam menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.21
5.
Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan
perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.
Istitusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur Academy yang ada
pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada masa Sasania yang
hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah
intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini
bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun
mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa
ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai
tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkan
Ethiopia dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegiatan
studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di
institusi ini al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang
al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan
adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.
6.
Bidang Keagamaan
Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode
tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil
al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn
Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad
Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.
Dalam bidang Hadits, mulai dikenal
ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dan kronologis seperti,
Shahih, Dhaif, dan Madhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad,
dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang
meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam
Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275
H), at-Tirmidzi, An-Nasa’I (303 H), dll.
Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu’
al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah
Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767 ), seorang hakim
agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris
as-Syafe’i (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal ( w 855 M).
Dalam bidang filsafat dan Ilmu
kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi,
Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu
Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan
al-Ma’mun. diantara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail
al-Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.
Ilmu Lughah juga berkembang
dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa
yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma’ani,
Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah
Sibawaih (w 183 H), Mu’az al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah al-Kisai (w 208
H), dll.
Ilmu Tasawuf berkembang pesat
terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang
terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali
(w. 502 H), dan lain-lain.
7.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan
Teknologi
Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa
Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah:
a). Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777
M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk
mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam
lainnya, seperti Ali Ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, al-Khayyam
dan al-Tusi.
b). Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang
terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah
tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.
c). Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn
Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidp pada abad ke 12 M.
d). Sejarah dan Geografi, pada masa
ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far
Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi yang termasyur adalah
Ibn Khurdazabah (w. 913 H)
IV.
Kemunduran
Dalam periode II, kekuasaan politik Abbasiyah mulai menurun.
Wilayah-wilayah kekuasaan Abbasiyah secara politis sudah mulai cerai-berai.
Ikatan-ikatan mulai putus satu persatu antara wilayah-wilayah Islam.
Di wilayah barat, Andalusia, Dinasti Umayyah telah bangkit lagi
dengan mengangkat Abdurrahman Nasr menjadi Khalifah/Amir al-Mukminin. Di Afrika
Utara Syiah Ismailiah bangkit dan membentuk Dinasti Fatimiahm dengan mengangkat
Ubaidillah Al-Mahdi menjadi khalifah dan kota Mahdiyah dekat Tunisia dijadikan
pusat kerajaan. Sehingga, pada periode abad ke-10 M, sistem kekhalifahan akhirnya
terpecah ke dalam tiga wilayah; Baghdad, Afrika Utara dan Spanyol.
Di Mesir, Muhammad Ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Demikian
pula di Halab dan Mousil Bani Hamdan bangkit. Sementara di Yaman, kedudukan
Syiah Zaidiyah semakin kokoh. Sedangkan di ibukota Baghdad sendiri, Bani
Buwaihi berkuasa dalam praktik (de facto) dalam pemerintahan Bani Abbas,
sehingga khalifah tinggal nama saja.
Faktor-faktor kemunduran itu dapat
dikemukakan sebagai berikut.
a.
Pertentangan
internal keluarga
Di dalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan.
Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al-Mansur melawan Abdullah ibnu Ali
pamannya sendiri, Al-Amin dan Al-Makmun, Al-Mu’tasim melawan Abbas ibnu
Al-Makmun. Konflik ini menyebabkan keretakan psikologis yang dalam dan
menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan kekuatan
luar.
b.
Kehilangan
kendali dan munculnya daulat-daulat
kecil
Faktor
kepribadian yang sangat menentukan pula keberhasilan seorang pemimpin.
Kelemahan pribadi diantara Khalifah Abbasiyah mengakibatkan kehancuran sistem
khalifah. Terutama karena mereka terbuai dalam kehidupan mewah sehingga kurang
memedulikan urusan negara. Perdana menteri seenaknya menentukan kebijakan para
khalifah. Mereka secara berturut-turut dalam rangka mempertahankan
pemerintahannya menggunakan kekuatan dari luar, seperti orang Turki, Seljuk dan
Buwaihi-Khawarizmi. Kekuatan luar ini jauh mengakibatkan kehancuran struktur
kekuasaan dari dalam kekhalifahan itu sendiri.
Akibat lemahnya khalifah pusat, sidikit banyak telah menggoda
sejumlah penguasa daerah (gubernur) untuk melirik pada otonomisasi. Para
gubernur (amir) yang berdomisili di wilayah barat Baghdad seperti Aghlabiyah,
Idrisiyah, Fatimiyah, Ammawiyah II, Thuluniyah, Hamadaniyah maupun yang berdomisili
di timur Baghdad seperti Thahiriyah, Shafariyah, Ghaznawiyah, Samaniyah,
mencoba untuk tidak taat lagi pada khalifah pusat di Baghdad. Dalam keadaan
yang penuh kekacauan dan berkeping-keping inilah datang pasukan Hulaghu Khan
dengan tentara Tartarnya pada tahun 1258 M menghancurkan Baghdad. Dampai disini
berakhirlah Dinasti Abbasiyah.
C.
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Dapat
diketahui dari pembahan diatas bahwa sistem pemerintahan pada masa Daulah
Ummayah dan Abbasiyah berbeda dengan apa yang diterapkan pada saat masa
Khulafaur Rasyidin. Antara Daulah
Umayyah dan Abbasiyah pun juga berbeda. Bisa dilihat pada masa Khulafaur
Rasyidin pemilihan pemimpin dilakukan dengan majelis syuro, sedang pada masa
Umayyah dilakukan secara monarki( turun-temurun)
b.
Pada
zaman pertengahan Islam ini peradaban Islam sudah bersifat internaltional.
Karena pada saat itu Islam telah menguasai wialyah-wilayah di tiga benua besar;
Eropa, Asia,Afrika. Peradaban Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam
berbagai bidang pengetahuan agama, arsitektur, sains dan teknologi dan lain-lain.
Karena banyaknya kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa itu sehingga
disebut sebagai “Golden Age”.
c.
Kemunduran
dinasti-dinasti ini dikarenakan dari banyak sebab. Bisa dibagi menjadi faktor
eksternal dan internal.
Daftar Pustaka
Maryam,
Siti. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://buyatthelegend.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar